Pages

Senin, 08 Juni 2015

KULIAH ADALAH IBADAH



KULIAH ADALAH IBADAH
Oleh: Abdurrauf


A. Pengantar
Manusia adalah makhluk Allah swt yang diberikan kelebihan tersendiri dibandingkan dengan makhluk lainnya. Ia dicipta dengan sebaik-baik penciptaan, kemudian diberikan karunia berupa kesempurnaan akal untuk berfikir dan mengingat apa-apa yang ia pelajari, alami, dan lakukan. Tentang penciptaan dan kelebihan tersebut, Allah swt menegaskan dalam al-Qur’an:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” [Q.S. al-Tin: 4].

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Dan sesungguhnya kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan.” [QS. al-Isra: 70]

Nurcholis Madjid mencatat bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang mengagumkan dan penuh misteri. Dia tersusun dari perpaduan dua unsur; yaitu segenggam tanah bumi, dan ruh Allah. Maka siapa yang hanya mengenal aspek tanahnya dan melalaikan aspek tiupan ruh Allah, maka dia tidak akan mengenal lebih jauh hakikat manusia.[1]

Oleh karena itu, kita harus menyadari eksistensi dan tujuan penciptaan diri kita di muka bumi ini, memahami risalah hidup kita selaku pengemban amanah Allah, melalui arahan dan bimbingan yang berkesinambungan agar kehidupan ini menjadi lebih berarti dan bermakna.

B. Beribadah sebagai Tujuan Utama Penciptaan
Mengacu kepada firman Allah swt dalam surat al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhc6SYxlJqG9oVrYXiweobtbGSByKVZfiloMJrJtsMqzG_xkoF7aO0g4A0qcI0xldQ36K4O_q7V3fqLVOgjwQcz-9xziuTPJGqHY9Qn3wLyI-7_tJj-jNFbyV0MTpx6jdOZ_M1iefJ_U41v/s400/Adz-Dzariyat;56.png
                 
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu”. [QS. al-Dzariyat: 56]
           
Maka dapat difahami bahwa tujuan utama penciptaan manusia di muka bumi ini tidak lain adalah dalam rangka mengabdi atau beribadah kepada Allah swt semata. Hal ini dapat dipahami dari klausa kata “Li ya’budun”  yang berarti agar mereka mengabdi kepada-Ku.[2] Maksudnya, Allah swt menciptakan manusia dengan tujuan untuk menyuruh mereka beribadah kepada Allah, bukan karena Allah membutuhkan manusia. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: Atinya, melainkan supaya mereka mau tunduk beribadah kepada-Ku, baik secara sukarela maupun terpaksa”. Dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir. Sedangkan Ibnu Juraij menyebutkan: “Yakni supaya mereka mengenal-Ku.[3]
Seorang hamba perlu taat dan patuh kepada semua arahan tuannya, lebih-lebih lagi jika diberi dan dikurniakan dengan segala macam bantuan, kemudahan dan keamanan oleh tuannya. Oleh itu, kita mesti melakukan segala arahan dengan penuh pengertian bahwa kita menyerahkan segala-galanya kepada tuan kita.
Kata kunci ‘penyerahan’ ini yang menjadi intipati kepada Islam yaitu penyerahan secara keseluruhan terhadap Allah SWT. Mereka yang dipandang oleh Allah dengan pangkat ‘Hamba’ ini pasti beroleh keuntungan di dunia dan di akhirat.
Tanggungjawab sebagai abdi merupakan suatu tanggungjawab individu atau fardhu ain. Ia meliputi kepada kemestian untuk memahami lapangan akidah dan tauhid, syariat dan akhlak.

C. Berbagai Dimensi Ibadah
Ibadah dalam pengertian yang komprehensif adalah melakukan semua bentuk amalan yang disukai dan diridhai oleh Allah swt, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah swt dan mengharapkan pahala-Nya.
Pengertian ibadah tersebut memberikan peluang kepada setiap orang untuk dapat berbuat sesuai dengan kemampuan, profesi dan kondisinya masing-masing. Seorang yang berilmu dapat beribadah dengan mengajarkan ilmunya, seorang yang berprofesi sebagai pegawai dapat beribadah dengan cara bekerja dengan baik dan jujur, mereka yang kaya dapat beribadah dengan kekayaannya, bahkan mereka yang tidak mempunyai apa-apa dari segi harta bendapun dapat beribadah sesuai dengan apa yang mereka mampu.
Diriwayatkan dari Abu Dzar ra, ia berkata, “Orang-orang berkata kepada Rasulullah saw, ‘Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Tetapi, mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka’. Nabi saw bersabda, ‘Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu yang dengannya engkau bisa bersedekah? Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, amar makruf nahi mungkar adalah sedekah, dan bersetubuh (dengan istrinya) adalah sedekah’. Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami mendapatkan pahala sedangkan ia melampiaskan syahwatnya?’ Rasulullah saw bersabda, ‘Bukankah seseorang yang menyalurkan syahwatnya pada yang haram ia memperoleh dosa? Demikian pula jika ia menempatkan syahwatnya pada yang halal maka ia pun akan mendapatkan pahala’.” (HR Muslim).
Hadis di atas mengajarkan kepada kita bahwa dimensi ibadah dalam Islam itu begitu luas. Bukan hanya sebatas harta, namun juga menjangkau banyak sisi kehidupan yang boleh dikatakan semua orang bisa melakukannya, tergantung pada kemauan dirinya. Jika tidak kuat secara materi maka bisa melalui fisik, pikiran, atau apa pun yang kita mampu. Bukankah tasbih, tahmid, dan tahlil nyaris tidak membutuhkan pengorbanan fisik dan materi sedikit pun dari pelakunya, begitupun dengan amar makruf dan nahi mungkar.

D. Kuliah adalah Ibadah
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa dimensi ibadah begitu luas sehingga apapun yang dilakukan seseorang manakala bernilai positif maka ia dikategorikan sebagai sebuah ibadah. Ia tidak hanya menjadi monopoli golongan atau kelas tertentu, tetapi semua orang bisa dan berhak melakukannya tanpa kecuali. Dengan demikian, seorang mahasiswa/i yang menyibukkan diri dengan aktifitas perkuliahan pada hakikatnya sedang menjalankan suatu bentuk ibadah kepada Alllah swt. Seorang mahasiswa/i yang menyibukkan diri dengan belajar rajin dan sungguh-sungguh sebenarnya sedang menyibukkan diri dalam kerangka beribadah kepada Allah swt. Seorang mahasiswa/i yang menyibukkan diri dengan melaksanakan tugas perkuliahan pada dasarnya ia sedang sibuk beribadah kepada Allah swt. Seorang mahasiswa/i yang menyibukkan diri dengan tekun belajar demi menggapai cita-cita untuk membahagiakan keluarganya sebenarnya ia sedang sibuk untuk menggapai ridha Allah swt, begitu seterusnya dan seterusnya.
Bagi mereka yang menyibukkan diri untuk ibadah kepada Allah swt melalui belajar dengan rajin dan sungguh-sungguh dijanjikan prestasi yang gemilang di sisi Allah swt, yaitu berupa peningkatan derajat dibandingkan yang lainnya, sebagaimana difirmankan di dalam al-Qur’an:
أَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Mujadilah, 58: 11)
Ayat di atas mengingatkan kita akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan, karena ia menjadi salah satu faktor kemajuan suatu bangsa, selain juga menjadi salah satu faktor pembeda antara satu dengan lainnya.

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
“Katakanlah (wahai Muhammad) apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. al- Zumar: 9)
Karena itulah, ayat yang pertama kali turun dan menyangkut ilmu pengetahuan adalah yang berbunyi:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ اْلـَّذِيْ خَلَقَ
“Bacalah (wahai Muhammad), dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan” (QS. al-`Alaq: 1). Hal ini sekaligus menegaskan kedudukan ilmu pengetahuan dan fungsinya bagi kehidupan secara luas.
Terakhir, sebagai penutup…
Kepada adek-adek yang baru saja disebut sebagai mahasiswa yang tadinya hanya dipanggil seorang siswa, belajarlah dengan sungguh-sungguh, karena ilmu pengetahuan tidak datang begitu saja, tanpa digali, dicari, dan dipelajari, karena tak seorang pun terlahir dalam keadaan berilmu, sebagaimana yang diungkapkan oleh sebuah sya’ir:
تَعَلـَّمْ، فَلَيْسَ اْلمَرْءُ يُوْلَدُ عَالِماً، وَ لَيْسَ أَخُوْ عِلْمٍ كَمَنْ هُوَ جَاهِلٌ
“Belajarlah kamu, karena tidak ada seorang pun yang terlahir dalam keadaan pandai,  dan orang yang memiliki ilmu, tidak akan seperti orang yang bodoh”
Pusatkan diri untuk meraih cita-cita mulia kalian, ingatlah akan tujuan hidup kalian, tujuan kalian datang jauh-jauh dari kampung halaman, bahagiakanlah orang-orang yang kalian cintai dengan dengan prestasi gemilang, ingatlah jerih payah orang tua kalian yang bekerja siang malam demi kalian, ingatlah selalu dan ingatlah selalu, dan yakinlah bahwa surga menanti jika kalian ingat dan amalkan pesan Nabi kalian: “Barang siapa yang menempuh satu jalan untuk menuntut ilmu  maka Allah akan mempermudah jalannya menuju surga”. (HR.Muslim).
Demikian, wallahu ‘alam.






[1] Lihat,  Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2000), hal. 430
[2] Lihat, M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera hati, 2002), Vol. 13,  hal.357.

[3] Lihat, Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Pustaka Imam Syafei, 2009), Jilid 9, Cet. 2. hal. 156

0 komentar:

Posting Komentar