KULIAH ADALAH IBADAH
Oleh: Abdurrauf
A. Pengantar
Manusia
adalah makhluk Allah swt yang diberikan kelebihan tersendiri dibandingkan
dengan makhluk lainnya. Ia dicipta dengan sebaik-baik penciptaan, kemudian
diberikan karunia berupa kesempurnaan akal untuk berfikir dan mengingat apa-apa
yang ia pelajari, alami, dan lakukan. Tentang penciptaan dan kelebihan tersebut,
Allah swt menegaskan dalam al-Qur’an:
لَقَدْ خَلَقْنَا
الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah
ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” [Q.S. al-Tin: 4].
وَلَقَدْ
كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم
مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا
تَفْضِيلًا
“Dan sesungguhnya kami
telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan,
Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan.” [QS. al-Isra:
70]
Nurcholis Madjid
mencatat bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang mengagumkan dan
penuh misteri. Dia tersusun dari perpaduan dua unsur; yaitu segenggam tanah
bumi, dan ruh Allah. Maka siapa yang hanya mengenal aspek tanahnya dan
melalaikan aspek tiupan ruh Allah, maka dia tidak akan mengenal lebih jauh
hakikat manusia.[1]
Oleh karena
itu, kita harus menyadari eksistensi dan tujuan penciptaan diri kita di muka
bumi ini, memahami risalah hidup kita selaku pengemban amanah Allah, melalui
arahan dan bimbingan yang berkesinambungan agar kehidupan ini menjadi lebih
berarti dan bermakna.
B. Beribadah sebagai
Tujuan Utama Penciptaan
Mengacu kepada firman Allah swt dalam surat al-Dzariyat
ayat 56 yang berbunyi:
“Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu”. [QS. al-Dzariyat: 56]
Maka dapat
difahami bahwa tujuan utama penciptaan manusia di muka bumi ini tidak lain adalah
dalam rangka mengabdi atau beribadah kepada Allah swt semata. Hal ini dapat
dipahami dari klausa kata “Li ya’budun” yang berarti agar mereka
mengabdi kepada-Ku.[2] Maksudnya, Allah swt menciptakan manusia
dengan tujuan untuk menyuruh mereka beribadah kepada Allah, bukan karena Allah
membutuhkan manusia. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: Atinya,
melainkan supaya mereka mau tunduk beribadah kepada-Ku, baik secara sukarela maupun
terpaksa”. Dan itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir. Sedangkan Ibnu Juraij
menyebutkan: “Yakni supaya mereka mengenal-Ku.[3]
Seorang hamba perlu taat dan patuh kepada semua arahan tuannya,
lebih-lebih lagi jika diberi dan dikurniakan dengan segala macam bantuan,
kemudahan dan keamanan oleh tuannya. Oleh itu, kita mesti melakukan segala
arahan dengan penuh pengertian bahwa kita menyerahkan segala-galanya kepada
tuan kita.
Kata kunci
‘penyerahan’ ini yang menjadi intipati kepada Islam yaitu penyerahan secara
keseluruhan terhadap Allah SWT. Mereka yang dipandang oleh Allah dengan pangkat
‘Hamba’ ini pasti beroleh keuntungan di dunia dan di akhirat.
Tanggungjawab sebagai abdi
merupakan suatu tanggungjawab individu atau fardhu ain. Ia meliputi kepada
kemestian untuk memahami lapangan akidah dan tauhid, syariat dan akhlak.
C. Berbagai Dimensi
Ibadah
Ibadah dalam
pengertian yang komprehensif adalah melakukan semua bentuk amalan yang disukai
dan diridhai oleh Allah swt, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik
terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah swt dan
mengharapkan pahala-Nya.
Pengertian
ibadah tersebut memberikan peluang kepada setiap orang untuk dapat berbuat
sesuai dengan kemampuan, profesi dan kondisinya masing-masing. Seorang yang
berilmu dapat beribadah dengan mengajarkan ilmunya, seorang yang berprofesi
sebagai pegawai dapat beribadah dengan cara bekerja dengan baik dan jujur,
mereka yang kaya dapat beribadah dengan kekayaannya, bahkan mereka yang tidak
mempunyai apa-apa dari segi harta bendapun dapat beribadah sesuai dengan apa
yang mereka mampu.
Diriwayatkan
dari Abu Dzar ra, ia berkata, “Orang-orang berkata kepada Rasulullah saw,
‘Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala, mereka mengerjakan
shalat sebagaimana kami shalat dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa.
Tetapi, mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka’. Nabi saw bersabda,
‘Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu yang dengannya engkau bisa bersedekah?
Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap
tahlil adalah sedekah, amar makruf nahi mungkar adalah sedekah, dan bersetubuh
(dengan istrinya) adalah sedekah’. Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah
salah seorang di antara kami mendapatkan pahala sedangkan ia melampiaskan
syahwatnya?’ Rasulullah saw bersabda, ‘Bukankah seseorang yang menyalurkan
syahwatnya pada yang haram ia memperoleh dosa? Demikian pula jika ia
menempatkan syahwatnya pada yang halal maka ia pun akan mendapatkan pahala’.”
(HR Muslim).
Hadis di
atas mengajarkan kepada kita bahwa dimensi ibadah dalam Islam itu begitu luas.
Bukan hanya sebatas harta, namun juga menjangkau banyak sisi kehidupan yang boleh
dikatakan semua orang bisa melakukannya, tergantung pada kemauan dirinya. Jika
tidak kuat secara materi maka bisa melalui fisik, pikiran, atau apa pun yang
kita mampu. Bukankah tasbih, tahmid, dan tahlil nyaris
tidak membutuhkan pengorbanan fisik dan materi sedikit pun dari pelakunya,
begitupun dengan amar makruf dan nahi mungkar.
D. Kuliah adalah Ibadah
Sebagaimana
yang telah dijelaskan di atas bahwa dimensi ibadah begitu luas sehingga apapun
yang dilakukan seseorang manakala bernilai positif maka ia dikategorikan
sebagai sebuah ibadah. Ia tidak hanya menjadi monopoli golongan atau
kelas tertentu, tetapi semua orang bisa dan berhak melakukannya tanpa kecuali.
Dengan demikian, seorang mahasiswa/i yang menyibukkan diri dengan aktifitas
perkuliahan pada hakikatnya sedang menjalankan suatu bentuk ibadah kepada
Alllah swt. Seorang mahasiswa/i yang menyibukkan diri dengan belajar rajin dan sungguh-sungguh
sebenarnya sedang menyibukkan diri dalam kerangka beribadah kepada Allah swt.
Seorang mahasiswa/i yang menyibukkan diri dengan melaksanakan tugas perkuliahan
pada dasarnya ia sedang sibuk beribadah kepada Allah swt. Seorang mahasiswa/i
yang menyibukkan diri dengan tekun belajar demi menggapai cita-cita untuk
membahagiakan keluarganya sebenarnya ia sedang sibuk untuk menggapai ridha
Allah swt, begitu seterusnya dan seterusnya.
Bagi mereka
yang menyibukkan diri untuk ibadah kepada Allah swt melalui belajar dengan
rajin dan sungguh-sungguh dijanjikan prestasi yang gemilang di sisi Allah swt,
yaitu berupa peningkatan derajat dibandingkan yang lainnya, sebagaimana
difirmankan di dalam al-Qur’an:
أَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ
تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا
قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ
أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Hai orang-orang
beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
(QS. al-Mujadilah,
58: 11)
Ayat di
atas mengingatkan kita akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan, karena
ia menjadi salah satu faktor kemajuan suatu bangsa, selain juga menjadi salah
satu faktor pembeda antara satu dengan lainnya.
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ
يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا
الْأَلْبَابِ
“Katakanlah (wahai
Muhammad) apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak
mengetahui. Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran. (QS. al- Zumar: 9)
Karena itulah, ayat yang
pertama kali turun dan menyangkut ilmu pengetahuan adalah yang berbunyi:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ اْلـَّذِيْ خَلَقَ
“Bacalah (wahai Muhammad),
dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan” (QS. al-`Alaq: 1). Hal ini
sekaligus menegaskan kedudukan ilmu pengetahuan dan fungsinya bagi kehidupan
secara luas.
Terakhir, sebagai
penutup…
Kepada
adek-adek yang baru saja disebut sebagai mahasiswa yang tadinya hanya dipanggil
seorang siswa, belajarlah dengan sungguh-sungguh, karena ilmu pengetahuan tidak
datang begitu saja, tanpa digali, dicari, dan dipelajari, karena tak seorang
pun terlahir dalam keadaan berilmu, sebagaimana yang diungkapkan oleh sebuah
sya’ir:
تَعَلـَّمْ، فَلَيْسَ اْلمَرْءُ يُوْلَدُ
عَالِماً، وَ لَيْسَ أَخُوْ عِلْمٍ كَمَنْ هُوَ جَاهِلٌ
“Belajarlah
kamu, karena tidak ada seorang pun yang terlahir dalam keadaan pandai, dan orang yang memiliki ilmu, tidak akan seperti
orang yang bodoh”
Pusatkan
diri untuk meraih cita-cita mulia kalian, ingatlah akan tujuan hidup kalian,
tujuan kalian datang jauh-jauh dari kampung halaman, bahagiakanlah orang-orang
yang kalian cintai dengan dengan prestasi gemilang, ingatlah jerih payah orang
tua kalian yang bekerja siang malam demi kalian, ingatlah selalu dan ingatlah
selalu, dan yakinlah bahwa surga menanti jika kalian ingat dan amalkan pesan
Nabi kalian: “Barang siapa yang
menempuh satu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan mempermudah
jalannya menuju surga”. (HR.Muslim).
Demikian,
wallahu ‘alam.
[2] Lihat, M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah: Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera hati, 2002), Vol. 13, hal.357.
0 komentar:
Posting Komentar